Senin, 28 Januari 2008

improving writing skills

Read any books teaching you English grammar and vocabulary usage.

Try to write your daily activities on your diary or in your computer.
Express your feeling and all the facts in English.

When you are reading an English story or article,
try to write the summary.

Practice writing articles, poems or short stories.

Write letters or e-mail to your friends in English.

Be a member of social networking clubs like Yuwie or other clubs
and practice your English by giving comments or
sending messages to your friends in English.

improving speaking skills

Practice your pronunciation.
Listen to how native speakers pronounce English words.
You can also consult with a dictionary having pronunciation guide.

Try to say what you see and feel in English.

Speak English with native speakers,
English teachers, friends or anybody who can speak English.
Don't worry about making mistakes.

Set up an English club. Discuss different topics in English.
You can also practice speaking English by playing games.

istiqomah 2

Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah Rabbnya,
Islam agamanya dan Muhammad rasulnya,
harus senantiasa memahami arti ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya.

Setiap dimensi kehidupannya
harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik
dalam kondisi aman maupun terancam.
Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena umat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam mampu mengimplementasikan dalam seluruh sisi-sisi kehidupannya.
Dan orang yang mampu mengimplementasikannya belum tentu bisa bertahan sesuai yang diharapkan Islam, yaitu komitmen dan istiqomah dalam memegang ajarannya dalam sepanjang perjalanan hidupnya.
Maka istiqamah dalam memegang tali Islam merupakan kewajiban asasi dan sebuah keniscayaan bagi hamba-hamba Allah yang menginginkan husnul khatimah dan harapan-harapan surgaNya.
Rasulullah saw bersabda:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Berlaku moderatlah dan beristiqamah, ketahuilah sesungguhnya tidak ada seorang pun dari kalian yang selamat dengan amalnya.
Mereka bertanya,
“Dan juga kamu Ya … Rasulullah, Beliau bersabda,
“Dan juga aku (tidak selamat juga) hanya saja Allah swt telah meliputiku dengan rahmat dan anugerah-Nya.”
(H.R. Muslim dari Abu Hurairah)

Istiqamah bukan hanya diperintahkan kepada manusia biasa saja,
akan tetapi istiqamah ini juga diperintahkan kepada manusia-manusia besar sepanjang sejarah peradaban dunia,
yaitu para Nabi dan Rasul. Perhatikan ayat berikut ini;
“Maka tetaplah (istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar,
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”
(Q.S. Hud:112).

A. Definisi

Istiqamah adalah anonim dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqamah dari kata “qaama” yang berarti berdiri.
Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak lurus.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.
Secara terminologi, istiqamah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini;
Abu Bakar As-Shiddiq ra ketika ditanya tentang istiqamah
ia menjawab bahwa istiqamah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapa pun)Umar bin Khattab ra berkata, “Istiqamah adalah komitmen terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipuan musang” Utsman bin Affan ra berkata, “Istiqamah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah Taala” Ali bin Abu Thalib ra berkata, “Istiqamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban” Al-Hasan berkata, “Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan” Mujahid berkata, “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah Taala” Ibnu Taimiah berkata, “Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya tanpa menoleh kiri kanan”Jadi muslim yang beristiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti.
Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degradasi dalam perjalanan dakwah. Ia senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan dalam medan dakwah yang diembannya.
Meskipun tahapan dakwah dan tokoh sentralnya mengalami perubahan.
Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu istiqamah dalam sepanjang jalan dan di seluruh tahapan-tahapan dakwah.

B. Dalil-Dalil Dan Dasar Istiqamah

Dalam Alquran dan Sunnah Rasulullah saw banyak sekali ayat dan hadits yang berkaitan dengan masalah istiqamah di antaranya adalah;
“Maka tetaplah (istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar,
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”
(QS 11:112).
Ayat ini mengisyaratkan kepada kita bahwa Rasulullah dan orang-orang yang bertaubat bersamanya harus beristiqomah sebagaimana yang telah diperintahkan.
Istiqomah dalam mabda (dasar atau awal pemberangkatan),
minhaj dan hadaf (tujuan) yang digariskan dan tidak boleh menyimpang dari perintah-perintah ilahiah.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan,
“Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan,
“Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih;
dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
“Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(QS 41: 30-32).
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan,
“Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan"
(QS 46:13-14).
Empat ayat di atas menggambarkan urgensi istiqamah setelah beriman dan pahala besar yang dijanjikan Allah SWT seperti hilangnya rasa takut,
sirnanya kesedihan dan surga bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi atau situasi apapun.
Hal ini juga dikuatkan beberapa hadits nabi di bawah ini;
“Aku berkata,
“Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan
dalam Islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorang pun selain engkau.
Beliau bersabda, “Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah (jangan menyimpang).”
(HR Muslim dari Sufyan bin Abdullah)
“Rasulullah saw bersabda, “Berlaku moderatlah dan beristiqomah, ketahuilah sesungguhnya tidak ada seorangpun dari kalian yang selamat dengan amalnya. Mereka bertanya, “Dan juga Anda Ya … Rasulullah, Beliau bersabda, “Dan juga aku (tidak selamat juga) hanya saja Allah swt telah meliputiku dengan rahmat dan anugerahNya.”
(HR Muslim dari Abu Hurairah)
Selain ayat-ayat dan beberapa hadits di atas,
ada beberapa pernyataan ulama tentang urgensi istiqamah sebagaimana berikut;Sebagian orang-orang arif berkata,
“Jadilah kamu orang yang memiliki istiqomah,
tidak menjadi orang yang mencari karomah.
Karena sesungguhnya dirimu bergerak untuk mencari karomah sementara Robbmu menuntutmu untuk beristiqomah.
” Syekh Al-Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Sebesar-besar karomah adalah memegang istiqamah.”

C. Faktor-Faktor Yang Melahirkan Istiqamah

Ibnu Qayyim dalam “Madaarijus Salikiin” menjelaskan bahwa ada enam faktor yang mampu melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang sebagaimana berikut;1. Beramal dan melakukan optimalisasi“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”
(QS 22:78)

2. Berlaku moderat antara tindakan melampui batas dan menyia-nyiakan
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir,
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”
(QS 25:67).
Dari Abdullah bin Amru, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Setiap amal memiliki puncaknya dan setiap puncak pasti mengalami kefuturan (keloyoan).
Maka barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada sunnahku, maka ia beruntung dan barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada selain itu,
maka berarti ia telah celaka”(HR Imam Ahmad dari sahabat Anshar)

3. Tidak melampui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawaban”
(QS 17:36).

4. Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas.

5. Ikhlas“Padahal mereka tidak disuruh melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”
(QS 98:5).

6. Mengikuti SunnahRasulullah saw bersabda,
“Siapa diantara kalian yang masih hidup sesudahku maka dia pasti akan melihat perbedaan yang keras, maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah Rasyidin (yang lurus), gigitlah ia dengan gigi taringmu.”(Abu Daud dari Al-Irbadl bin Sariah)Imam Sufyan berkata, “Tidak diterima suatu perkataan kecuali bila ia disertai amal, dan tidaklah lurus perkataan dan amal kecuali dengan niat, dan tidaklah lurus perkataan, amal dan niat kecuali bila sesuai dengan sunnah.”

D. Dampak Positif Dan Buah Istiqomah

Manusia muslim yang beristiqomah dan yang selalu berkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam dalam seluruh aspek hidupnya akan merasakan dampaknya yang positif dan buahnya yang lezat sepanjang hidupnya.
Adapun dampak dan buah istiqomah sebagai berikut;

1. Keberanian (Syaja’ah)

Muslim yang selalu istiqomah dalam hidupnya ia
akan memiliki keberanian yang luar biasa.
Ia tidak akan gentar menghadapi segala rintangan dakwah.
Ia tidak akan pernah menjadi seorang pengecut dan pengkhianat dalam hutan belantara perjuangan.
Selain itu jugaberbeda dengan orang yang di dalam hatinya ada penyakit nifaq yang senantiasa menimbulkan kegamangan dalam melangkah dan kekuatiran serta ketakutan dalam menghadapi rintangan-rintangan dakwah.
Perhatikan firman Allah Taala dalam surat Al-Maidah ayat 52 di bawah ini;“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.”Dan kita bisa melihat kembali keberanian para sahabat dan para kader dakwah dalam hal ini;
Dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw menawarkan pedang kepada para sahabat dalam perang Uhud, Siapa yang berani mengambil pedangku ini?
Maka seketika seluruh sahabat mengangkat tangannya untuk menerima tawaran beliau sambil berkata, “Saya, saya.” Kemudian Rasulullah saw.
bertanya lagi, siapa yang akan mengambilnya dengan tanggung jawab? Seketika para sahabat terdiam, dan saat itulah Abu Dujanah berkata, “Aku yang akan mengambilnya dengan tanggung jawab, kemudian membawa pedang itu dan menebaskan ke kepala orang-orang musyrik.”
(HR Muslim)
Pada saat seorang sahabat mendapat jawaban dari Rasulullah saw
bahwasanya ia masuk surga kalau mati terbunuh dalam medan pertempuran, maka ia tidak pernah menyia-nyiakan waktunya lagi seraya melempar kurma yang ada di genggamannya kemudian ia meluncur ke medan pertempuran dan akhirnya mendapatkan apa yang diinginkan yaitu, syahadah (mati syahid). (Muttafaqun Alaih)Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abu Thalib setelah ia menerima bendera Islam dalam peperangan Khaibar sebagai berikut, “Jalanlah, jangan menoleh sehingga Allah SWT memberikan kemenangan kepada kamu.” Lantas Ali berjalan, kemudian berhenti sejenak dan tidak menoleh seraya bertanya dengan suara yang keras;
“Ya Rasulullah atas dasar apa aku memerangi manusia?” Beliau bersabda, “Perangi mereka sampai bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah……”
(HR Muslim)
Inilah gambaran keberanian para sahabat yang lahir dari keistiqomahannya yang harus diteladani oleh generasi-generasi penerus dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan Islam.

2. Ithmi’nan (ketenangan)

Keimanan seorang muslim yang telah sampai pada tangga
kesempurnaan akan melahirkan tsabat dan istiqomah dalam medan perjuangan. Tsabat dan istiqomah sendiri akan melahirkan ketenangan, kedamaian dan kebahagian.
Meskipun ia melalui rintangan dakwah yang panjang, melewati jalan terjal perjuangan dan menapak tilas lika-liku belantara hutan perjuangan.
Karena ia yakin bahwa inilah jalan yang pernah ditempuh oleh hamba-hamba Allah yang agung yaitu para Nabi, Rasul, generasi terbaik setelahnya dan generasi yang bertekad membawa obor estafet dakwahnya.
Perhatikan firman Allah di bawah ini;“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa.
Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh).
Allah menyukai orang-orang yang sabar”
(QS 3:146).
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”
(QS 6:82).
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram”
(QS 13:28).

3. Tafa’ul (optimis)

Keistiqamahan yang dimiliki seorang muslim juga melahirkan sikap optimis.
Ia jauh dari sikap pesimis dalam menjalani dan mengarungi lautan kehidupan. Ia senantiasa tidak pernah merasa lelah dan gelisah yang akhirnya melahirkan frustasi dalam menjalani kehidupannya. Kefuturan yang mencoba mengusik jiwa, kegalauan yang ingin mencabik jiwa mutmainnahnya dan kegelisahan yang menghantui benaknya akan terobati dengan keyakinannya kepada kehendak dan putusan-putusan ilahiah.
Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh beberapa ayat di bawah ini;
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”
(QS 57:22-23)“
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir"
(QS 12: 87).
Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat"
(QS 15:56).
Maka dengan tiga buah istiqamah ini, seorang muslim akan selalu mendapatkan kemenangan dan merasakan kebahagiaan,
baik yang ada di dunia maupun yang dijanjikan nanti di akherat kelak. Perhatikan ayat di bawah ini;“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan,
“Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih;
dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.
Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat;
di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(QS 41:30-32).

istiqomah

Hadis:
"Sebaik-baik amalan ialah amalan yang sentiasa atau istiqomah dilakukan sekalipun sedikit."

Ini adalah panduan dari Rasulullah SAW untuk kita umat Islam yang jadi pengikut Rasulullah SAW.
Amalan itu baik bila dikekalkan sekalipun sedikit.Ada hadis lain yang mengatakan jangan kamu minta dari Tuhan kewalian tetapi mintalah istiqomah sebab istiqomah itu adalah satu ciri wali .
Bila kita istiqomah atau tetap pendirian, bukan senang.
Orang bertaqwa zaman dulu pernah buat pengakuan susah nak istiqomah.

Istiqomah yang besar-besar yang akan kita bahas diantaranya :

1. Tentang akidah.
2. Ibadah asas, ibu ibadah terutama sembahyang .
3. Jamaah.
4. Perjuangan

1. Orang yang istiqomah dalam akidah

Orang yang benar-benar kenal Tuhan, ada kesan pada peribadinya.
Dia takut dengan Tuhan, cinta dengan Tuhan, rasa hamba Tuhan, dia rasa bertuhan, tawadhuk dengan Tuhan, syukur dengan Tuhan, sekaligus apa yang disebut tadi itu akhlak dengan Tuhan .
Bagi orang yang berakidah benar-benar kenal Tuhan, otomatik lahir dari dirinya peribadinya akhlak dengan Tuhan, takut, cinta, tawadhu, sabar, redho, syukur. Senang ke nak istiqomah?
Takut dengan Tuhan, redho dengan Tuhan, senang ke istiqomah? Merendah diri, malu dengan Tuhan, tawadhuk dengan Tuhan, senang ke nak istiqomah? Kita dalam sembahyang pun tak ada rasa, diluar sembahyang lagilah. Padahal Tuhan itu, kalau orang benar-benar kenal, lebih terserlah daripada harimau cuma tak nampak.
Kalau berhadapan dengan harimau boleh istiqomah.
Berhadapan dengan harimau berlaku ke sekejap takut sekejap tak takut?
Tuhan lebih hebat dari harimau.
Tapi depan Tuhan sekejap takut sekejap tak takut.
Nak istiqomah akhlak dengan Tuhan, susah.
Kadang takut, kadang tak takut, kadang sabar kadang tak sabar.
Sebab itu Rasulullah SAW kata jangan minta jadi wali, mintalah jadi istiqomah, istiqomah satu ciri dari wali.
Nak istiqomah takut dengan Tuhan, rasa hamba, tawadhuk bukan senang.
Nak istiqomah yang besar iaitu takut Tuhan bukan mudah lagilah yang lain. Pakej akidah dengan Tuhan, rasa hamba, takut, cinta redho, tawadhuk ... senang ke nak istiqomah? Kenal lah diri kita siapa.

2. Istiqomah dalam sembahyang fardhu

Dia ada 3 pakej :
a. Sembahyang atas waktu.
b. Berjemaah.
c. Khusyuk .

Syarat rukun dah maklum, kita tak bahas.
Yang paling ringan, sembahyang di atas waktu, nak kekalkan 40 hari pun payah. Kalau kekal 40 hari, susah nak jemaah pula.
Kalau dapat berjemaah, sekejap khusyuk sekejap tak khusyuk.
Kalau kita dapat benda yang gembira terbawa dalam sembahyang. Ada orang dapat tebus hutang, terbawa dalam sembahyang.
Mana khusyuk lagi. Dapat nikmat duit, hilang nikmat khusyuk.Jadi nak istiqomah dalam hal sembahyang dalam 3 aspek tadi susah.
Kalau bolehlah dapat 40 hari cukup.
Itu sudah luar biasa.`Side effect`nya kalau benar-benar sembahyang di atas waktu, berjemaah dan khusyuk,akan dapat berakhlak dengan manusia,kasih sayang,dapat bekerjasama, tolak ansur, perikemanusiaan, maaf bermaaf, pemurah. Kalau dapat kekal di atas waktu, kekal berjemaah, tak khusyuk, maka susah nak berakhlak dengan manusia, sebab tak hayati, iaitu tak dapat berakhlak dengan manusia, tak dapat berkasih sayang, dan tak dapat bekerjasama.

3. Istiqomah dalam jemaah

Untuk istiqomah berada dalam jemaah senang tapi nak istiqomah dalam komitmen, rasa tanggung jawab pada jemaah, mengisi jemaah susah.
Menjiwai jemaah tak istiqomah.

4. BerjuangSenang ke nak istiqomah dalam berjuang.

Kadang sungguh-sungguh kadang tak sungguh-sungguh turun naik.
Bila ada masalah sikit, dah `slow`.
Susah nak istiqomah dalam berjuang.
Begitu juga nak istiqomah dalam berkorban susah.
Siti Aisyah kerana istiqomah dia kekalkan setiap hari sedekah,
waktu tak ada apa yang nak dimakan, dia tak mahu batalkan sedekah, setidaknya dia sedekah setengah kurma supaya tidak terputus istiqomah .

Kalau 4 perkara besar-besar ini kita susah nak istiqomah,
perkara-perkara kecil lagi susah. Nak sembahyang malam, tawadhuk, pentingkan orang lain, senang ke nak istiqomah?
Nak kekalkan benda-benda sunat lagi susah.
Yang besar-besar, penting-penting tak mampu kita buat.
Sebab itu Rasulullah SAW kata jangan minta jadi wali,
minta istiqomah, sebab istiqomah itu ciri wali .
Kalau benda-benda besar boleh istiqomah, itu luar biasa.
Siapa dapat istiqomah yang besar-besar tadi 40 hari luar biasa.
Kita ikut Islam ikut-ikutan, belajar ilmu tak habis, mengaji tak serius.
Kita tak dididik begitu. Katalah dalam hal ilmu, apa kata Rasulullah SAW? Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad.
Ilmu penting, ilmu menyuluh, sebab itu jangan rehat belajar dari buaian sampai nak mati. Kita lepas sekolah tak mengaji lagi, dapat BA, Master cukup.Jadi belajar ilmu kena istiqomah bukan sembahyang saja sebab dari ilmulah sembahyang jadi baik, berjuang jadi baik, jemaah lagi baik. Dari ilmu juga, ada masalah boleh selesaikan, kasih sayang bertambah baik. Sebab itu diperintahkan menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahad.

Jumat, 25 Januari 2008

mutiara antara kata


engkau adalah lautan aksara yang tak bisa kurangkai
dengan sederhana

engkau adalah lautan kata yang tak bisa kukata
dengan hati terbuka

engkau adalah lautan makna yang tak bisa kucerna
dengan sekali warna

engkau adakah lautan sunyi yang tak bisa kutembus
walau dengan rindu menghunus

engkau adalah lautan mimpi yang tak bisa kubeli
walau kugadai hati

engkau adalah lautan yang tak kumengerti

Rabu, 23 Januari 2008

cinta & kasihsayang


eramuslim -

Setiap individu pasti akan merasai cinta dan mencintai sesuatu.
Cinta adalah perasaan halus yang dimiliki hati setiap manusia,
dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Islam,
cinta merupakan masalah utama dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Ini karena Islam sendiri merupakan agama yang berasaskan cinta.
Sabda Rasullulah SAW.:
"Tiga perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang
maka
ia akan mendapat manisnya iman,
yakni: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain;
mencintai seseorang hanya karena Allah,
dan benci untuk kembali kepada kekafiran
sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka"
(HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itulah Islam menyeru kepada cinta,
yaitu cinta kepada Allah,
cinta kepada Rasulullah,
cinta kepada agama,
cinta kepada aqidah,
juga cinta kepada sesama makhluk,
sebagaimana Allah menjadikan perasaan cinta antara suami istri
sebagai sebagian tanda dan bukti kekuasaan-Nya,
firman Allah SWT: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir
(QS. Ar-Ruum: 21).

cinta adalah tanda kehidupan ruhani dalam aqidah orang mukmin,
seperti halnya cinta juga menjadi dasar dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Selain itu, iman dalam Islam ditegakkan berdasarkan cinta dan kasih sayang,
sebagaimana terlukis indah dalam sabda Rasulullah SAW :
"Demi Dzat yang diriku ada di tanganNya,
kamu tidak akan masuk syurga sehingga kamu beriman,
dan kamu tidak akan beriman dengan sempurna hingga kamu saling mencintai.
Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai?
Sebarkanlah salam di antara kalian."
(HR Muslim)

Dalam hadist diatas,
Rasullulah SAW menegaskan bahwa jalan menuju ke syurga bergantung kepada iman,
dan iman bergantung kepada cinta.
Maka cinta adalah syarat dalam iman,
rukun dalam aqidah, dan asas dalam agama.
Cinta dalam Islam adalah kaidah dan sistem yang mempunyai batas.
Ia adalah penunjuk ke arah mendidik jiwa,
membersihkan akhlaq serta mencegah atau melindungi diri daripada dosa-dosa.
Cinta dapat membimbing jiwa agar bersinar cemerlang,
penuh dengan perasaan cinta dan dicintai.
Sayangnya dalam kondisi saat ini,
cinta yang lahir cenderung penuh hawa nafsu
dan menyimpang daripada tujuan murni yang sebenarnya.
Setiap saat, setiap hari kita dibuai dengan lagu cinta,
dibuat terlena dengan tontonan kisah cinta
yang menghanyutkan kita ke dunia khayal yang merugikan.
Kini bahkan banyak yang menyalahartikan makna cinta sebenarnya,
sehingga terdorong melewati batas pergaulan dan tatasusila seorang mukmin.
Untuk itu, renungkanlah sejenak hakikat kehidupan kita di dunia.
Rasullulah SAW bersabda:
"Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu
sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai diri sendiri."
Juga sabda Rasulullah,
"Barang siapa ingin mendapatkan manisnya iman,
maka hendaklah ia mencintai orang lain karena Allah."
(HR Hakim dari Abu Hurairah).